Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility
-- Selamat Datang di Website Resmi SMK-PP Negeri Banjarbaru -- Jam Pelayanan Senin sd Kamis jam 08.00 sd 15.30 Wita (Istirahat: 12.30 sd 13.30), Jumat 08.00 sd 16.30 wita (Istirahat: 11.30 sd 14.00) -- Selamat Datang Siswa Baru SMK-PP Negeri Banjarbaru TP. 2024/2025 -

Pencarian
Waktu saat ini
Pelayanan
PPDB TP. 2025/2026
Program Yess
Pelayanan Publik
PPID SMKPPN Banjarbaru
Perpustakaan SMKPPN BJB
Layanan & Perizinan
Dokumentasi & Informasi HukumPerpustakaan KementanPengaduan Bagi MasyarakatLayanan Aspirasi & PengaduaanE-Publikasi KementanPerizinan Kementan
Pelayanan Lainnya
Menu Unduh
Jajak Pendapat
Bagaimana menurut Anda tentang tampilan website ini ?
Bagus
Cukup
Kurang
  Lihat

PETANI KURAU TERPAKSA JUAL GABAH DI BAWAH HPP AKIBAT KETIDAKPASTIAN SERAPAN BULOG

Tanggal : 01/23/2025, 08:45:31, dibaca 93 kali.

TANAH LAUT – Meskipun pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg) sejak 15 Januari 2025, petani di Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, masih menjual hasil panen mereka di bawah harga tersebut.

Harga Gabah Kering Panen (GKP) di wilayah ini berkisar antara Rp 5.800 – Rp 6.000 per kg.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Kurau, Hamsani, menjelaskan bahwa harga GKP di Desa Raden masih di bawah HPP.

“Kemarin petani menjual Rp 5.800/kg GKP. Pemanenan dilakukan dengan alat mesin pertanian jenis combine harvester, dan dibeli langsung oleh tengkulak,” jelas Hamsani pada Selasa (20/1/2025).

Hamsani mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya harga gabah.

Pertama, jumlah tengkulak yang masuk ke Desa Raden masih sedikit, sehingga tidak ada persaingan harga.

Kedua, dan yang paling penting, Bulog belum melakukan penyerapan gabah dari petani.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Kurau, Aditya Wardhana, menambahkan bahwa rendahnya harga gabah juga dipicu oleh praktik perantara yang mengambil keuntungan.

“Pembelinya adalah orang lokal, kemungkinan atas perintah tengkulak luar. Sehingga dari harga tersebut, pembeli mengambil keuntungan lagi,” papar Aditya.

Meskipun harga jual rendah, petani terpaksa tetap menjual hasil panen mereka karena kebutuhan mendesak untuk membayar upah panen dan keperluan lainnya.

Untuk mengatasi masalah ini, petugas pertanian masih berupaya mencari pembeli lain yang bersedia membeli dengan harga yang lebih baik, setidaknya sesuai dengan HPP.

Sumber Humas Kementan RI



Kembali ke Atas


Berita Lainnya :
 Silahkan Isi Komentar dari tulisan berita diatas
Nama
E-mail
Komentar

Kode Verifikasi
                

Komentar :


   Kembali ke Atas